"SI GANTENG"



Hari Senin diawali dengan pagi yang cerah. Saatnya aku pergi ke sekolah dengan hati yang "dag-dig-dug" setelah belajar semalaman suntuk demi menghadapi ujian semester. Setibanya di sekolah, aku segera mencari ruang ujian sesuai dengan kartu ujianku. Ketika sampai di ruangan, aku menyadari bahwa ada banyak orang baru—ternyata banyak adik kelas. Aku duduk di bangkuku, dan kanan-kiriku dipenuhi oleh adik kelas.  

Ujian hari pertama dimulai. Di sebelah kiriku, ada seorang adik kelas laki-laki. Tiba-tiba, dia menoleh ke arahku dan tersenyum. "Masya Allah, manisnya senyuman itu," gumamku dalam hati. Ternyata dia sangat ramah, padahal kami belum saling kenal. Setelah ujian selesai, aku pun pulang ke rumah.  

Hari kedua ujian, dia mulai berani mengobrol denganku. Dia bertanya soal pelajaran yang belum dia pahami.  
"Ka... ka... kakak tahu arti ini, nggak?" tanyanya sambil menyerahkan secarik kertas kepadaku.  
"Apa?" balasku sambil membaca tulisannya, lalu aku menuliskan jawaban di kertas tersebut.  
"Makasih ya," ucapnya sambil tersenyum lagi. Lagi-lagi, aku terpesona dengan senyumnya.  

Hari ketiga ujian pun tiba. Kami masih saling menyapa dan sering berbicara tentang pelajaran. Begitu seterusnya, hingga hari terakhir ujian tiba—hari terakhirku satu kelas dengannya. Dalam hatiku, aku berpikir mungkin setelah ini aku tidak bisa lagi melihat senyumnya yang manis. Namun, ternyata pikiranku salah. Setelah ujian selesai, kami tetap saling menyapa dan tersenyum setiap kali bertemu. Dalam hati, aku berkata, "Ternyata pertemuan terakhir kami tidak berhenti sampai di situ." Sampai sekarang, kami berteman baik, dan aku menyebutnya "Si Ganteng."  

Hari-hari berlalu, dan hari Senin pun kembali. Aku sampai di sekolah lebih awal, kurang dari pukul 06.30. Saat berjalan ke atas, aku sekilas melirik ke kelasnya si ganteng. "Tapi kenapa ya, kok raut wajahnya terlihat bad mood?" pikirku. Aku bingung melihat ekspresinya yang berbeda.  

Bel pulang sekolah berbunyi. Aku berjalan keluar kelas, dan tiba-tiba sahabat cowokku menghampiriku. Kami berjalan bersama menuruni tangga hingga tiba di lantai paling bawah. Tak sengaja, aku melihat si ganteng sedang menunggu jemputannya. Namun, pandangan matanya sangat sinis saat melihatku bersama sahabat cowokku. Dalam hati, aku bertanya-tanya, "Kenapa dia seperti itu?"  

Keesokan harinya, aku kembali melewati kelasnya. Kali ini, dia tersenyum ramah kepadaku. Aku bingung, "Kemarin tatapannya sinis, tapi sekarang dia tersenyum manis." Setelah kupikir-pikir, mungkin dia tidak suka melihatku bersama cowok lain. Saat aku sendiri, barulah dia tersenyum padaku dan menyapaku dengan ramah.  

Amanat: Jangan mudah berprasangka buruk. Walaupun dia adalah adik kelas dan aku kakak kelas, tidak ada yang salah dengan pertemanan kami. Perasaan suka memang hanya sebatas perasaan, dan kita harus pandai mengendalikan perasaan tersebut agar tidak berlebihan terhadap orang lain. 

Karya : chalisa daraaa 

Komentar